Mental Sehat di Era Pandemi

Disajikan dalam pertemuan virtual Ngobrol Bareng

Laboratorium Bimbingan dan Konseling Prodi Bimbingan dan Konseling

Fakultas Ilmu Pendidikan UPGRIS tanggal 25 Juni 2020

Dr. G. Rohastono Ajie, M. Pd

Pada saat setelah pemerintah mengumumkan bahwa ada kasus corona di Indonesia tanggal 31 Maret 2020, kita masih ingat adanya rasa cemas terhadap wabah corona virus disease 19 (COVID 19) tersebut. Ada beberapa negara terserang COVID 19, maka wabah ini termasuk pandemi. Dalam kasus COVID-19, badan kesehatan dunia (WHO) tanggal 11 Maret 2020 menetapkan penyakit ini sebagai pandemi karena seluruh warga dunia berpotensi terkena infeksi penyakit COVID-19. Virus Corona atau Coronavirus adalah keluarga besar virus yang menyebabkan beberapa penyakit, di antaranya adalah flu biasa hingga penyakit yang lebih parah seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV), Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS-CoV), hingga yang terbaru, COVID-19 (Corona Virus Disease-19).

Rasa cemas adalah reaksi emosi wajar yang disebabkan oleh suatu keadaan yang tidak diharapkan yang diasumsikan dapat menimbulkan bahaya. Di tengah pandemi COVID-19, masyarakat dihimbau untuk menjaga, tidak hanya kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental. Menurut WHO, kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan- kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, dan berperan serta di komunitasnya. Menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, masalah psikologis terkait pandemi COVID 19, adalah cemas, depresi, dan trauma psikologis.

Masa remaja bisa dikatakan masa yang cukup sulit dalam pertumbuhan sesorang. Pada masa pandemi ini, sebagian besar orang akan mengalami krisis mental. Apalagi para remaja, bisa mengalami situasi yang semakin sulit akibat pandemi virus COVID 19. Dengan ditutupnya sekolah dan pembatalan berbagai acara, banyak remaja yang akan kehilangan beberapa momen penting dalam hidupnya. Maka remaja, khususnya yang masih belajar di perguruan tinggi diharapkan tetap memiliki kesehatan mental yang baik, sehingga mampu belajar secara produktif di antara pembatasan-pembatasan dan perubahan yang dihadapi dalam menyelesaikan studi di perguruan tinggi.

1

Sampai saat diturunkannya tulisan ini, masih belum diketahui kapan era pandemi ini akan berakhir, khususnya di Indonesia. Pada sisi lain remaja yang dalam hal ini mahasiswa perguruan tinggi harus mengikuti kebijakan dari pimpinan perguruan tinggi untuk mengikuti perkuliahan, ujian, dan bimbingan penulisan tugas akhir. Berikut akan dibahas tentang kesehatan mental dan era pandemic secara rinci.

Mental Sehat

Untuk memelihara kesehatan mental saat kondisi pandemi COVID-19 terjadi, diawali dengan mengenal kesehatan mental, mengenal COVID-19, dan upaya pencegahan penyebaran COVID-19. Telah dipaparkan di atas, kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya. Adanya rasa sejahtera manakala individu mampu mengelola stres yang disebabkan adanya pembatasan-pembatasan untuk mencegah menyebarnya COVID 19, tetap dapat bekerja atau belajar secara produktif, dan berperan dalam komunitasnya.

Suatu contoh nyata dari kehidupan belajar mahasiswa, seorang mahasiswa mengikuti perkuliahan dengan media dalam jaringan internet (daring). Bila ia pulang kampung akan mengalami kesulitan signal internet yang sangat diperlukan dalam perkuliahan tersebut. Ia memilih tidak pulang kampung dan tetap mengkoordinir teman-temannya dalam perkuliahan daring agar lancar terkait dengan dosen pengampu, ujian tengah semester, dan tugas perkuliahan lainnya. Mahasiswa tersebut bisa dikatakan dapat belajar produktif dan berperan dalam komunitasnya. Saat ini perkuliahan telah selesai dan era pandemi masih belum jelas kapan berakhirnya. Pada era pandemi ini, pemerintah menyiapkan aturan atau protokol bila berniat melakukan kegiatan yang dianggap normal, yang disebut kenormalan baru (new normal).

Kenormalan baru, berbeda dengan kenormalan lama, tidak sebatas pada kata baru. Protokol kesehatan pada kenormalan baru, minimal ada tiga perilaku baru, yang sebelum era pandemi jarang dilakukan. Perilaku menjaga jarak fisik, yang menjadi jarak (hubungan) sosial yang telah didekatkan selama ini. Sebelum diumumkan adanya kasus kasus covid 19, begitu pembelajaran di kelas ditutup, mahasiswa bersalaman dengan dosennya. Saya sebagai dosen dengan berat hati mengatakan kepada mahasiswa saya, sekarang kita tidak bersalaman, letakan tangan terkatup di

2

dada (sikap namaste) dan ucapkan selamat untuk semua. Inilah sikap kecemasan tertular Covid 19. Kecemasan sakit fisik jangan sampai menjadi sakit mental (jiwa).

Perilaku membasuh atau mencuci tangan dengan alkohol dan sejenisnya atau mencuci tangan dengan sabun pada air mengalir, bisa menimbulkan kecemasan karena ketidak jelasan kadar alkoholnya, air yang mengalir dari penampungan air jangan-jangan mengandung virus, dan ketidak jelasan akibat sering cuci tangan terhadap kulit tangan. Untuk mendukung mental sehat protokol mencuci tangan, maka perlu perilaku memastikan kualitas alkohol pencuci tangannya dan yakin akan membantu menjaga diri dari Covid 19. Bagi pengguna sepeda motor atau pekerja tertentu, bisa telah terbiasa dengan perilaku memakai masker saat ke luar rumah, namun bagi yang tidak terbiasa menggunakan atau memakai masker, minimal merasa risih dan tertekan. Untuk mendukung mental sehat memakai masker bagi yang belum terbiasa, perlu berdamai antara rasa tertekan dan pentingnya sehat fisik.

Bila individu bisa bangkit dari rasa cemas atau kecemasannya, bisa diartikan ia mempunyai kesehatan mental yang baik. Individu yang sehat di tengah kondisi yang secara kolektif dipandang sulit dan menekan seperti pada era pandemi ini, dikatakan individu tersebut memiliki reseliensi. Menurut Ungar dalam Hendriani (2018: 64), reseliensi adalah suatu istilah yang menggambarkan individu yang sehat di tengah kondisi yang secara kolektif dipandang sulit dan menekan.

Era Pandemi

Pada saat setelah pemerintah mengumumkan adanya pandemi, disusul dengan pelaksanaan pembatasan sosial bersekala besar, perguruan tinggi menonaktifkan kegiatan pembelajaran tatap muka sebagai akibat dampak pandemi Covid-19, maka kampus memberlakukan kegiatan pembelajaran daring (dalam jaringan) atau yang biasa dikenal dengan istilah online learning. Pimpinan perguruan tinggi memfasilitasi kegiatan pembelajaran daring ini dengan menggunakan salah satu fitur media komunikasi berbasis jaringan internet namun tidak menutup kemungkinan jika para dosen juga memiliki metode lain serupa yang digunakan dalam proses belajar mengajar.

Pada bulan Juni dan Juli 2020 ini, mahasiswa masih belajar dari rumah, dalam hal ini termasuk belajar dalam menghadapi jadwal ujian akhir semester, yang dilakukan secara on line. Namun kegiatan pembelajaran di perguruan tinggi mulai bulan Agustus 2020 akan tetap dilakukan dengan media dalam jaringan. Mahasiswa

3

pada bulan Agustus 2020, sudah genap lima bulan pelajar dan mahasiswa belajar dan berada di rumah. Penelitian menunjukkan adanya keluhan mahasiswa yang merasa lebih lelah mengikuti perkuliahan daring dibandingkan mengikuti kuliah dalam kelas. Setelah mahasiswa melaksanakan ujian akhir semester, kemudian akan disusul masa tidak kuliah tetapi tetap di rumah. Selama sebulan tidak ada kegiatan perkuliahan dan tetap di rumah, maka mahasiswa tertentu akan menjadi semakin galau.

Penyebab galau tentu ada berbagai hal, terutama setelah selama ini menyelesaikan pembelajaran dan ujian dalam jaringan, sambil menunggu yudisium, pasti handphone pintar atau gawainya beralih menelusuri berita-berita simpang siur. Ada beberapa saran untuk menjaga kesehatan mental di era pandemi. Setidak- tidaknya supaya tidak merasa terisolasi dan kecewa karena pandemi. Unicef bersama Dr. Lisa Damour (psikolog) menjelaskan beberapa hal yang bisa dilakukan para remaja dalam menjaga kesehatan mentalnya di tengah pandemi corona covid-19.

Saran yang pertama adalah menyadari adanya kecemasan karena harus belajar di rumah, sehingga dengan reseliensinya remaja merasakan bahwa belajar di rumah adalah upaya untuk melindungi diri dan orang lain, agar tetap sehat. Saran yang kedua adalah bahwa dalam situasi cemas, seorang remaja harus menghadapinya dengan mencari pengalihan diri. Pada masa liburan setelah ujian akhir semester, banyak hal positif yang bisa dilakukan untuk melampiaskan rasa cemas seorang remaja, seperti menonton film, mendengarkan musik, atau membaca novel. Saran yang ketiga adalah mempertahankan komunikasi dengan teman. Saran yang keempat adalah melakukan hal-hal produktif atau mencoba hal baru seperti membaca buku atau memainkan alat musik bisa membantu remaja dalam menjaga kesehatan diri. Saran yang kelima adalah mengetahui adanya perasaan sedih atau kecewa, sebagai hal yang wajar. Jika seorang remaja bisa membiarkan dirinya merasa sedih, ia segera sadar dan akan lebih cepat merasa lebih nyaman.

Untuk dapat dikatakan sebagai individu yang reselien, harus menunjukkan sikap- sikap yang sehat. Bila belum mengenal lebih dalam tentang Covid-19 disampaikan di sini bahwa gejalanya dimulai dari sakit kepala, demam, pilek dan sesak nafas, batuk, sakit tenggorokan. Namun tidak semua pasien mengalami gejala tersebut. Bagaimana penularannya, Covid-19 masuk ke tubuh manusia melalui mulut, hidung, dan mata. Dari siapa ditularkan dari orang yang dinyatakan positif Covid-19, pasien yang dirawat, baik mereka yang mengalami gejala, maupun mereka yang tanpa gejala, orang-orang yang berada dalam situasi risiko, mereka yang merawat pasien, mereka

4

yang berinteraksi dengan orang banyak, mereka yang tidak disiplin menerapkan Physical Distancing dan kebersihan diri.

Kaitan dengan kebersihan diri, remaja bertanya mau bersih yang seperti apa. Sederhana saja, kebersihan diri dengan membasuh tangan. Membasuh tangan dengan air mengalir dan sabun selama minimal 20 detik dengan merata, kemudian dibersihkan dengan tisu yang kering. Disarankan menggunakan sabun antiseptik. Jika tidak ada air, digunakan hand sanitizer yang mengandung alkohol dengan kadar 70%. Hand sanitizer maksimal digunakan 5x, selanjutnya tetap harus mencuci tangan dengan sabun dan air. Cara mencucuci tangan: basahi tangan, tuangkan sabun, gosok kedua telapak tangan, gosok kedua punggung tangan. Gosok sela-sela jari, gosok dengan posisi kedua tangan berlawanan dan saling mengunci, gosok kedua ibu jari dengan gerakan berputar, gosok ujung-ujung kuku ke telapak tangan, bilas dengan air, lap dengan tisu kering, gunakan tisu untuk mematikan kran.

Kapan kita harus menggunakan masker, yaitu saat bertemu dengan orang lain di luar maupun di dalam rumah, ketika bepergian ke tempat umum, merasa ada gejala penyakit (demam), saat menggunakan transportasi umum maupun pribadi. Masker digunakan untuk menutup mulut dan hidung. Masker sebaiknya digunakan maksimal 4 jam saja. Ganti dengan masker baru jika masker sudah digunakan lebih dari 4 jam. Masker kain dibersihkan dengan merendamnya dalam larutan disinfektan selama minimal 5 menit, sebelum dicuci dengan deterjen. Hindari menyentuh bagian depan masker yang sedang digunakan dengan tangan. Gunakan bagian tali masker untuk mengubah/ membetulkan posisi masker. Cara memakai masker: tarik kedua karet pengait ke telinga, hindari menyentuh bagian dalam dan luar masker, tekan penyangga metalik agar bagian hidung tertutup rapat tarik bagian bawah masker menutupi dagu.

Bagaimana dengan menjaga jarak. Menjaga jarak minimal 2 meter dengan orang lain. Ucapkan salam cukup dari jauh tanpa saling menyentuh. Hindari kontak langsung terutama dengan comorbid (penyakit penyerta) dalam keluarga. Hindari berkerumun atau berkumpul pada tempat tertutup dengan banyak orang. Apabila tidak ada kepentingan mendesak, tetap di rumah. Bagaimana dengan kesehatan di lingkungan kita. Di lingkungan sekitar rumah

5

bersihkan benda-benda di dalam atau sekitar rumah yang sering disentuh, dengan disinfektan, misalnya pegangan pintu, tombol lampu, kunci mobil, telpon genggam, dan lain-lain. Siapkan disinfektan, air, dan sabun di depan rumah. Semprot dan lap dengan disinfektan barang yang kita pakai atau bawa dari luar rumah. Yang cukup penting adalah mandi keramas setelah bepergian.

Sirkulasi udara diatur secara rutin membuka jendela agar udara dapat berganti dan sinar matahari dapat masuk. Cuci tirai jendela dengan sabun minimal 2x per minggu. Semprot dan lap kusen jendela, pintu, dan pegangan tangga dengan cairan disinfektan. Kebersihan lantai dijaga dengan sering menyapu lantai dan mengumpulkan kotoran dengan tempat sampah yang bisa ditutup. Sampah langsung dibuang di tempat sampah dan diletakkan di luar rumah. Pel lantai dengan disinfektan. Tetap memakai sandal (sandal rumah) di dalam rumah. Kebersihan tempat tidur. Ganti sarung bantal, guling, atau sprei minimal 2x seminggu. Rendamlah sarung bantal, guling, dan sprei dengan pemutih atau disinfektan sebelum dicuci dengan deterjen, keringkan di tempat yang jauh dari polusi.

Menurut Zaura dkk dalam Hendriani (2018: 65), setidaknya terdapat dua efek dari resiliensi terhadap kesehatan, yaitu sustainability, yaitu kapasitas untuk mempertahankan kesehatan di tengah kondisi lingkungan yang dinamis; dan recovery, yakni kapasitas untuk secara cepat kembali pada keseimbangan dalam kondisi fisiologis, psikologis, dan relasi sosial setelah mengalami kejadian yang menekan. Kondisi pandemi termasuk kondisi lingkungan yang dinamis. Dalam suatu wilayah kelurahan semula hanya satu penderita, dalam dua minggu kemudian menjadi lima penderita Covid-19. Untuk mempertahankan kesehatan dalam lingkungan yang seperti itu diperlukan resliensi berkelanjutan dan resiliensi recoveri untuk cepat kembali pada keseimbangan dalam kondisi fisiologis, psikologis, dan relasi sosial.

Penutup

Di awal April tahun 2020 yang lalu, masih kita ingat adanya rasa cemas terhadap wabah corona virus disease 19 (COVID 19). Penyakit ini disebabkan oleh virus yang menyebabkan beberapa penyakit, di antaranya adalah flu biasa hingga penyakit yang lebih parah. Pada kondisi darurat kesehatan, remaja mengalami situasi yang semakin sulit akibat pandemi virus COVID-19. Dengan ditutupnya sekolah dan pembatalan berbagai acara, remaja mengalami kecemasan akan kehilangan beberapa momen

6

penting dalam hidupnya. Rasa cemas adalah reaksi emosi wajar yang disebabkan oleh suatu keadaan yang tidak diharapkan yang diasumsikan dapat menimbulkan bahaya. Di tengah pandemi COVID-19, masyarakat dihimbau untuk menjaga, tidak hanya kesehatan fisik, tetapi juga kesehatan mental.

Kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, untuk bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan serta di komunitasnya. Kesehatan mental akan diperoleh dari adanya rasa sejahtera karena individu mampu mengelola stres yang disebabkan adanya pembatasan-pembatasan untuk mencegah menyebarnya COVID-19 dan tetap dapat bekerja atau belajar secara produktif, dan berperan dalam komunitasnya. Untuk itu diperlukan kemampuan menyesuaikan diri dengan aturan atau protokol untuk mencegah berkembangnya penyakit yang disebabkan oleh COVID-19 pada era pandemi.

Ada beberapa saran untuk menyesuaikan diri pada era pandemi. Saran yang pertama adalah menyadari adanya kecemasan karena harus belajar di rumah, sehingga dengan reseliensinya remaja merasakan bahwa belajar di rumah adalah upaya untuk melindungi diri dan orang lain, agar tetap sehat. Saran yang kedua adalah bahwa dalam situasi cemas, seorang remaja harus menghadapinya dengan mencari pengalihan diri. Saran yang ketiga adalah mempertahankan komunikasi dengan teman. Saran yang keempat adalah melakukan hal-hal produktif atau mencoba hal baru seperti membaca buku atau memainkan alat musik bisa membantu remaja dalam menjaga kesehatan diri. Saran yang kelima adalah mengetahui adanya perasaan sedih atau kecewa, sebagai hal yang wajar. Jika seorang remaja bisa membiarkan dirinya merasa sedih, ia segera sadar dan akan lebih cepat merasa lebih nyaman.

Pada era pandemi ini, pemerintah menyiapkan aturan atau protokol bila berniat melakukan kegiatan yang dianggap normal, yang disebut kenormalan baru (new normal). Peraturan kesehatan tersebut adalah membasuh tangan dengan air mengalir dan sabun selama minimal 20 detik dengan merata, kemudian dibersihkan dengan tisu yang kering, memakai masker saat ke luar rumah, menjaga jarak minimal 2 meter dengan orang lain, mengucapkan salam cukup dari jauh tanpa saling menyentuh. Untuk mempertahankan kesehatan dalam masa pandemi diperlukan resliensi berkelanjutan dan resiliensi recoveri untuk cepat kembali pada keseimbangan dalam kondisi fisiologis, psikologis, dan relasi sosial.

7

Daftar Pustaka

Balwa Ramadhan/Mg. 2020. Lima Tips Menjaga Kesehatan Mental Remaja di Tengah Pandemi Corona Covid-19. Liputan6.com 22 Apr 2020, 13:40 WIB.

Hendriani, Wiwin. 2018. Resiliensi Psikologis Suatu Pengantar. Jakarta: Prenadamedia Group.

Pemerintah Republik Indonesia. 2020. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia. 2020. Swaperiksa Masalah Psikologis. file:///Volumes/TOSHIBA/PDSKJI%20%7C%20PDSKJI. org. Webarchive. Diunduh 21 Juni 2020.

Tim Komunikasi Publik GT Nasional. 2020. Tips Kesehatan Jiwa Menghadapi Situasi Dampak Pandemi COVID-19. https://covid19.go.id/p/berita/tips-kesehatan- jiwa-menghadapi-situasi-dampak-pandemi-covid-19. Diunduh 19 Juni 2020.

Tim Penyusun. 2020. Panduan Keluarga Menuju Tatanan Hidup Baru Pada Masa Pandemi Covid 19. Komisi Keluarga KWI.